Monday, August 28, 2006

BURNED ALIVE (SOUAD)



Judul: Burned Alive (edisi terjemahan)
Penulis: Souad
Penerjemah: Khairil Azhar
Penerbit: Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan: Pertama, April 2006
Tebal: 290 halaman

Perempuan hamil tua itu duduk dalam posisi membungkuk sambil membilas tumpukan cucian. Sayup-sayup terdengar pintu berderit. Saat menoleh kebelakang, lelaki bertubuh besar sudah berdiri di hadapannya. Orangitu, Hussein, suami kakak perempuannya, Noura. "Jadi, perutmu sudahbesar, ya?" tanya Hussein, beringas. Pucat pasi rona mukanya, ngeri membayangkan apa yang bakal diperbuat lelaki itu. "Aku akan mengurusmu!" ulang Hussein.

Perempuan itu kembali menunduk, membilas tumpukan pakaian kotor. Sejurus kemudian,ia merasakan cairan dingin mengalir di kepalanya, menetes ke pipi,leher, kuduk, bahu hingga pergelangan tangan. Secepat kilat Husseinmelemparkan korek api ke tubuh perempuan yang baru saja tersirambensin itu. Api menyala, melalap tubuh itu. Terbirit-birit ia laridalam keadaan terpanggang, mengerang kesakitan, berteriak minta tolong. Selesai sudah tugas Hussein "mengurus" Souad, adik iparnya itu.

Souad sedang sekarat, sebentar lagi bakal mati.Souad harus dilenyapkan. Ia aib yang telah merusak kehormatan keluarga. Hamil sebelum menikah. Maka, ia harus dirajam. Bukan dengan cara diarak keliling kampung lalu dilempari batu sampai mati. Itu sama saja dengan mempertontonkan aib di hadapan orang banyak. Hukuman bagi perempuan itu adalah rajam terselubung. Direncanakan ayah, ibu, saudara laki-laki dan ipar-iparnya. Pembunuhan yang rapi, cepat, dan tak berbekas.

Tubuhnya disiram bensin, lalu disulut korek api. Hussein terpilih sebagai eksekutornya. Inilah kesaksian tentang perempuan malang yang tinggal di sebuah desakecil kawasan Tepi Barat, Palestina. Kisah nyata perihal kejahatan atas nama kehormatan. Dituturkan dengan cara amat rapi dan tertata oleh seorang korban yang selamat, Souad, lewat novelnya Burned Alive.

Souad memang selamat, tetapi 24 kali operasi kulit yang dilakukan disebuah rumah sakit di Swiss tak mampu mengembalikan tubuhnya utuhseperti semula. Kulit wajahnya penuh luka bakar, kuping sebelahkirinya tinggal separuh. Leher, kuduk, punggung, dan kedua pergelangantangannya membekaskan sisa kejahatan yang sukar terlupakan. Setiap hari, Souad harus mengenakan baju leher panjang, menutupibekas-bekas luka panggang itu.

Terlahir sebagai perempuan adalah kutukan. Begitu keyakinan yang kokoh dipegang gadis-gadis belia ditanah kelahiran Souad. Seorang gadis mesti berjalan cepat, kepala menunduk seperti menghitung jumlah langkah yang diayunkan. Tak boleh tengadah, dilarang menoleh kekiri, ke kanan. Jangan coba-coba menantang sorot mata laki-laki karena akan dituduh charmuta (perempuan jalang). Bila keluar rumah, dilarang jalan sendiri, mesti ditemani ibu atau saudara perempuan.

Bila tak ada mereka, keluarlah dengan sekawanan domba peliharaan sambil memikul seikat rumput atau sekeranjang buah ara. Itu lebih aman sebab semua perempuan harus bekerja, bahkan hanya perempuanlah yangbekerja. Mencukur bulu domba, memerah susu kambing, membuat keju,memetik buah tomat, dan panen gandum. Anak laki-laki adalah raja. Saudara-saudara perempuan harus melayani semua kebutuhannya. Mencuci pakaian, menyediakan air panas sebelummandi, menyuguhkan teh, dan menyiapkan kuda sebelum ditunggangi.

Assad, satu-satunya saudara laki-laki Souad, bebas keluar rumah.Bersekolah di kota. Perempuan dilarang bersekolah. Mereka hanya menggembala domba,sesekali harus tidur di kandang bila ada kambing melahirkan. Mesti ditunggu, sambil tidur di tumpukan jerami. Tidur di kandang kambing,tetapi tak lebih berharga dari kambing-kambing itu. Binatang hasilkan susu, sementara anak-anak perempuan hanya beban, aib keluarga yang harus segera disingkirkan. Pernah Souad tak sengaja memetik tomat mengkal, semestinya ia hanya memetik tomat-tomat matang saja. Berkali-kali ikat pinggang ayahmendarat di punggungnya. Souad merintih kesakitan, tetapi lelaki itumakin kencang mencambuki tubuh gadis kecil itu hingga punggungnya penuh luka memar, sukar ia tidur telentang. Satu-satunya kebebasan yang dapat diimpikan Souad adalah perkawinan.Pergi dari rumah, tinggal di rumah suami dan tak pernah kembali. Meskidi rumah baru itu tiada jaminan tak akan ditampar dan dihajar suami.Terbebas dari mulut harimau, masuk ke mulut singa.

Jika seorang perempuan pulang ke rumah orangtua (mengadu karena seringdipukuli suami), itu aib! Maka, keluarga akan mengembalikannya kerumah suami. Tak apa-apa dihajar lagi, asal jangan pulang membawa aib.Meski begitu, Souad tetap ingin menikah. Celakanya, saat laki-laki datang melamar, ia terhalang sebab, Kainat,saudara perempuan yang lebih tua, belum bersuami. Melangkahinya juga aib.

Itu sebabnya Souad nekat menjalin hubungan dengan Faiez, lelaki idamannya. Sembunyi-sembunyi mereka bertemu di balik rimbun ilalangsaat Souad menggembala domba. Bercumbu, bermesraan hingga datanglahpetaka itu: Souad hamil. Kesalahannya tak terampuni. Ayah, ibu, Assad,dan Hussein menyusun siasat untuk segera melenyapkan Souad. Berkat Jaqueline, Souad yang sekarat di sebuah rumah sakit(Jerussalem) berhasil diselamatkan. Ia dan Marwan (bayi yang lahir prematur) diboyong ke Swiss, menjalani 24 kali operasi hingga dapatbertahan hidup. Semula, kesaksian ini hanyalah cara Souad menjelaskan status Marwan kepada Laetitia dan

Nadia, dua putri dari perkawinannya dengan Antonio. Hasilnya tak sesederhana yang dibayangkan Souad. Burned Alivetelah diterjemahkan ke dalam 28 bahasa di 29 negara. Diam-diam Souad berharap buku ini tersebar sampai ke desa kecil diTepi Barat, Palestina. Ia ingin dunia tahu, pembunuhan-pembunuhan atasnama kehormatan itu masih terus berlangsung hingga kini.

## buku ini satu2nya buku yang setiap kalimatnya membuat aku ternganga dan berucap " Ya Allah"..buku yang menceritakan kalau harga seorang wanita lebih rendah dari seekor sapi. Gak terbayangkan di zaman serba modern begini masih ada wanita yang tersiksa...dianiaya...direndahkan..bahkan dibunuh 'atas nama kehormatan'...YOU MUST READ THIS BOOK !!!!

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Salam,
Ibu yang baik, bukunya menarik, tapi sangat perlu untuk dikritisi. Dalam antiwar.com, Taylor mengemukakan bahwa Souad 'mendapatkan' kisah dirinya setelah mendapat terapi psikologis atau dalam terjemahan saya 'memori yang tersembuhkan' yang tidak bisa dijadikan referensi faktual. Ada banyak inkonsistensi lain yang dikemukakan. Saya harap Ibu tidak menjadikan kisah dalam buku ini sebagai referensi yang membentuk pandangan Ibu terhadap kehidupan perempuan di Palestina. Honor killing memang pernah terjadi di jaman jahiliyah, tetapi kehadiran Islam telah merubahnya.
Wassalam,
ardi

1:13 AM  
Anonymous Anonymous said...

Buku ini bagus untuk memberikan review bagi qta bahwa ada perempuan yg tidak seberuntung qta.
sudah selayaknya qta bersyukur atas apa yg qta punya saat ini.

Thx n BR,
eMa(*_~)

8:48 PM  

Post a Comment

<< Home